Perempuan-Perempuan Pesisir
Tahun-tahun telah pergi
di tepi pantai kejawanan
kapal-kapal barang menurunkan sauh
para nelayan menarik jangkar
melaut menuju ombak
adakah mereka bawa ssetumpuk ikan?
lalu, perempuan-perempuan pesisir menjemput
dengan tawa dan aroma rempah yang menempel
di tubuh, dalam pandang yang kelaparan
kanak-kanak berloncatan dari batu karang
sesekali bermandi air laut
tenggelam dalam gelombang
adakah mereka bawa setumpuk buku sekolah?
lalu, membaca di terik pantai
menatap huruf-huruf yang akan mencipta kota
membawa mereka pada mesin-mesin peradaban
tahun-tahun akan datang
pada tanah mereka; abrasi
gelombang wisatawan, bom-bom ikan
kapal-kapal industri
dan pengikisan tradisi
adakah kemajuan ekonomi negeri pesisir?
aku menatap perahu nelayan berayun-ayun
di atas ombak, dengan siluet sore
sementara perempuan-perempuan pelabuhan
terus mengayuh harapan untuk anak-anaknya
mencoba meraih masa depan
sebagai orang-orang pinggiran
Harja Mukti Bulupitu
Jalan ini masih berkelok
sebuah bus biru meliuk-liuk
dari terminal harja mukti menuju bulupitu
aku duduk dengan rasa cemas dan mual
bau keringat dan debu
bau perjalanan yang runcing
terik hari pesisir mendaki ke lereng gunung
orang orang mengipas badannya dengan tangan
sebagian memeluk erat bungkusan
entah terisi yang pulang atau yang pergi
menatap ke luar jendela
menatap tanaman bawang
hijau sawah dan jalur kereta
yang membelah pesawahan
pengamen masuk dengan gitar ditempeli stiker
badannya bersandar di tepi kursi
seolah ia sedang menyandarkan harapan
pada para penumpang untuk hidupnya
dari sekumpulan koin yang jatuh di topinya
ia bernyanyi
aku menatap burung-burung rendah
di tengah rerumputan
sepi mulai melilit
adakah perjalanan ini hanya untuk mencari sesuatu
atau aku hanya seseorang yang kehilangan arah
di tengah keramaian dan bising kehidupan
jalan ini masih berkelok
membawaku pada sebuah tempat
yang lurus
Terminal Bulupitu
Di terminal bulupitu bus itu menepi
di antara kantuk para penumpang
di antara letih sopir dan kondektur
diturunkanlah seluruh perjalanan
sementara waktu sudah semakin malam
aku menanti seorang kawan
di ujung lorong keluar kendaraan
rasanya, tempat ini pernah dikunjungi
apakah hidup memang seperti roda
berputar-putar?
orang-orang telah menghilang
bergegas ke rumah
mengapa kota ini begitu sunyi dan dingin
aku melirik jam tangan
sudah larut
mungkin seorang kawan tersesat
di kotanya sendiri?
seperti hidup bukan, terkadang
yang berilmu pun terjebak dalam
sebuah perjalanan menuju cahaya
dicari-cari tempat sebagai penanda
kukabari ia dengan telepon genggam
lalu turun gerimis
seperti ribuan jarum kutatap dari lampu jalan
bila memang ia tersesat
aku akan bermalam di tepi jalan
seperti lampu-lampu itu
berjajar, menerangi namun kedinginan
di terminal bulupitu
menunggu kepergian
Nana Sastrawan. Peraih penghargaan Acarya Sastra IV Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kemendikbud RI tahun 2015.