Close Menu
    What's Hot

    Melihat Praktik Diskriminasi Umat Berbeda Agama dalam Puisi “Minggu Pagi di Sebuah Puisi” Karya Joko Pinurbo

    23 Januari 2025

    Hantu-Hantu di Rumah

    23 Januari 2025

    Analisis Puisi Aku Merindukan Wajahmu Karya Acep Zamzam Noor

    23 Januari 2025
    Trending
    • Melihat Praktik Diskriminasi Umat Berbeda Agama dalam Puisi “Minggu Pagi di Sebuah Puisi” Karya Joko Pinurbo
    • Hantu-Hantu di Rumah
    • Analisis Puisi Aku Merindukan Wajahmu Karya Acep Zamzam Noor
    • Antara Rasa dan Logika: Aku dalam Novel Solilokui
    • Islam dan Perempuan
    • Negara Pancasila adalah Negara Islami
    • Pengenalan Budaya Akademik dan Kemahasiswaan ISIF
    • Puisi adalah Kehidupan
    PUSASTRA ISIF
    • Beranda
    • Peristiwa
    • Creative Writing
    • Literature Klasik
      • Etnik
      • Tradisi Lisan
      • Sastra Klasik
    • Literasi Anak
    • Drama & Film
    • Sastra & Filsafat
      • Filsafat
      • Sastra Populer
      • Sastra Islami
      • Sastra & Perempuan
      • Sastra Terjemahan
    • Pustaka
    • Opini
    • Karya Sastra
      • Cerpen
      • Puisi
    • Sisi Lain
    • Redaksi
      • Profil Pusastra
      • Tim Redaksi
      • Pengiriman Naskah
    PUSASTRA ISIF
    Home»Karya Sastra»Puisi

    Puisi-Puisi Nana Sastrawan

    5 Agustus 2024 Puisi Tidak ada komentar3 Mins Read
    Share
    Facebook Twitter Telegram WhatsApp Copy Link

    Perempuan-Perempuan Pesisir
     
    Tahun-tahun telah pergi
    di tepi pantai kejawanan
    kapal-kapal barang menurunkan sauh
    para nelayan menarik jangkar
    melaut menuju ombak
    adakah mereka bawa ssetumpuk ikan?
    lalu, perempuan-perempuan pesisir menjemput
    dengan tawa dan aroma rempah yang menempel
    di tubuh, dalam pandang yang kelaparan
    kanak-kanak berloncatan dari batu karang
    sesekali bermandi air laut
    tenggelam dalam gelombang
    adakah mereka bawa setumpuk buku sekolah?
    lalu, membaca di terik pantai
    menatap huruf-huruf yang akan mencipta kota
    membawa mereka pada mesin-mesin peradaban

    tahun-tahun akan datang
    pada tanah mereka; abrasi
    gelombang wisatawan, bom-bom ikan
    kapal-kapal industri
    dan pengikisan tradisi
    adakah kemajuan ekonomi negeri pesisir?
    aku menatap perahu nelayan berayun-ayun
    di atas ombak, dengan siluet sore
    sementara perempuan-perempuan pelabuhan
    terus mengayuh harapan untuk anak-anaknya
    mencoba meraih masa depan
    sebagai orang-orang pinggiran

    Harja Mukti Bulupitu

    Jalan ini masih berkelok
    sebuah bus biru meliuk-liuk
    dari terminal harja mukti menuju bulupitu
    aku duduk dengan rasa cemas dan mual
    bau keringat dan debu
    bau perjalanan yang runcing
    terik hari pesisir mendaki ke lereng gunung
    orang orang mengipas badannya dengan tangan
    sebagian memeluk erat bungkusan
    entah terisi yang pulang atau yang pergi
    menatap ke luar jendela
    menatap tanaman bawang
    hijau sawah dan jalur kereta
    yang membelah pesawahan

    pengamen masuk dengan gitar ditempeli stiker
    badannya bersandar di tepi kursi
    seolah ia sedang menyandarkan harapan
    pada para penumpang untuk hidupnya
    dari sekumpulan koin yang jatuh di topinya
    ia bernyanyi
    aku menatap burung-burung rendah
    di tengah rerumputan
    sepi mulai melilit
    adakah perjalanan ini hanya untuk mencari sesuatu
    atau aku hanya seseorang yang kehilangan arah
    di tengah keramaian dan bising kehidupan

    jalan ini masih berkelok
    membawaku pada sebuah tempat
    yang lurus

    Terminal Bulupitu

    Di terminal bulupitu bus itu menepi
    di antara kantuk para penumpang
    di antara letih sopir dan kondektur
    diturunkanlah seluruh perjalanan
    sementara waktu sudah semakin malam
    aku menanti seorang kawan
    di ujung lorong keluar kendaraan
    rasanya, tempat ini pernah dikunjungi
    apakah hidup memang seperti roda
    berputar-putar?

    orang-orang telah menghilang
    bergegas ke rumah
    mengapa kota ini begitu sunyi dan dingin
    aku melirik jam tangan
    sudah larut
    mungkin seorang kawan tersesat
    di kotanya sendiri?
    seperti hidup bukan, terkadang
    yang berilmu pun terjebak dalam
    sebuah perjalanan menuju cahaya

    dicari-cari tempat sebagai penanda
    kukabari ia dengan telepon genggam
    lalu turun gerimis
    seperti ribuan jarum kutatap dari lampu jalan
    bila memang ia tersesat
    aku akan bermalam di tepi jalan
    seperti lampu-lampu itu
    berjajar, menerangi namun kedinginan

    di terminal bulupitu
    menunggu kepergian

    Nana Sastrawan. Peraih penghargaan Acarya Sastra IV Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kemendikbud RI tahun 2015.

    Featured Penyair Nasional Puisi-Puisi Nana Sastrawan Sastrawan

    Postingan Terkait

    Melihat Praktik Diskriminasi Umat Berbeda Agama dalam Puisi “Minggu Pagi di Sebuah Puisi” Karya Joko Pinurbo

    Hantu-Hantu di Rumah

    Analisis Puisi Aku Merindukan Wajahmu Karya Acep Zamzam Noor

    Antara Rasa dan Logika: Aku dalam Novel Solilokui

    Islam dan Perempuan

    Pengenalan Budaya Akademik dan Kemahasiswaan ISIF

    Add A Comment
    Leave A Reply Cancel Reply

    Postingan Terbaru

    Melihat Praktik Diskriminasi Umat Berbeda Agama dalam Puisi “Minggu Pagi di Sebuah Puisi” Karya Joko Pinurbo

    23 Januari 2025

    Hantu-Hantu di Rumah

    23 Januari 2025

    Analisis Puisi Aku Merindukan Wajahmu Karya Acep Zamzam Noor

    23 Januari 2025
    Rekomendasi

    Pelatihan Menulis Cerpen

    26 Juli 2024

    Perangkap Tikus dan Siklus Kehidupan dalam Puisi Goenawan Mohamad

    26 Juli 2024

    Analisis Puisi Aku Merindukan Wajahmu Karya Acep Zamzam Noor

    23 Januari 2025

    Islam dan Perempuan

    17 Oktober 2024
    Facebook X (Twitter) Instagram YouTube

    Subscribe to Updates

    Get the latest creative news from FooBar about art, design and business.

    Facebook X (Twitter) Instagram Pinterest
    • Home
    • Buy Now
    © 2025 Pusastra ISIF

    Type above and press Enter to search. Press Esc to cancel.